Monday, August 16, 2010

Takut ‘Otak’

Hmm... bingung mau mulai kisah ini dari mana. Pasalnya, judulnya serem banget, bikin mood untuk menulis mendadak hilang. Pun demikian, akan kucoba untuk menuliskan kisah ini apa adanya.. hehe...

Beberapa hari sebelum tanggal 15 Agustus, sebuah undangan buka bersama dari teman semasa sekolah terpampang di halaman utama FB-ku. Ku klik event tersebut, muncul tiga pilihan, yes-no-maybe, kupilih maybe.

Singkat cerita, hari yang dinanti datang menghampiri. Allah memang baik, jika melihat jadual kerjaku, maka tidak mungkin bagiku untuk datang ke acara tersebut, tapi segalanya jadi mungkin atas izin-Nya.

Kehadiranku disambut hangat oleh teman-teman yang hadir sebelumku. Obrolan ringan pun mengalir, mengenang kembali masa-masa kami di sekolah dulu.

Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa waktu maghrib hampir tiba, suasana aneh pertama dimulai. Pelayan rumah makan mulai mengantarkan makanan yang telah dipesan sebelumnya.

Mataku terbelalak melihat hidangan yang dengan sangat cepat memenuhi meja kami. Aku menoleh ke samping kanan, guru komputerku tampak heran, sama sepertiku. Kami tersenyum, dan tanpa komando berujar, "Hari ini bukanya pakai tahu aja?"

Dengan cepat virus 'tahu' menjangkiti hampir semua yang hadir. Kami semua benar-benar heran, tahu penyet itu masih saja berdatangan. Akhirnya ketua panitia berhasil menghentikan tahu itu, "Mba..., sudah kelebihan nih!" katanya pada pelayan.

Kini di meja tersaji beberapa makanan. Minuman pun datang, teh manis hangat. Dari beberapa gelas yang ada, terselip satu gelas teh manis plus es batu. Kejadian aneh kedua dimulai. Dua orang teman berebut gelas tersebut. Dan akhirnya panitia harus menambah satu gelas es teh manis untuk meredam gejolak.. hihi..

"Alhamdulillah, sudah maghrib!" kata kami serempak saat mendengar azan di TV. Dengan cepat tangan-tangan lapar kami menjamah apa saja yang ada, termasuk otak-otak.

Suasana masih cair saat kami melahap setumpuk otak-otak di atas meja.

Pelayan memberikan bon kepada kepala suku kami. Dan saat itu, raut wajahnya tampak tegang. Aku mulai menyadari, ada yang salah dengan menu kami.

"Duh, temen-temen, maaf... otak-otaknya gak masuk hitungan menu, jadi harus dibayarkan terpisah! Harganya Rp 3.000 per otak-otak," kata guruku.

Aku menoleh ke teman sebelahku. Di tangannya masih terdapat setengah otak-otak yang belum dimakan. Ia tersentak! Tertawa terbahak sambil berseloroh,"Wah, otak-otaknya ranjau nih!"

Entah berapa banyak otak-otak yang habis. Yang jelas itu jadi pukulan berat untuk orang yang menyantapnya.

"Wah, parah nih! Di terminal cuma gope!" kata teman yang lain.

Panitia pun mulai menagih inpak, iuran paksa, untuk menyelesaikan administrasi. Alhasil, penggila otak-otak harus merogoh kocek lebih dalam dari yang lain.



* Semoga tidak trauma dan takut jika nanti di rumah makan ada setumpuk otak-otak tersaji di atas meja! Hahaha...

2 comments:

  1. jangan lupa pasang tag/label lengkap “LombaBlogDepok 17 Juli – 17 September 2010? untuk tiap artikel yang didaftarkan lomba yaps..

    ReplyDelete