Wednesday, May 20, 2009

Lirih Sahabat

Sore itu hujan turun perlahan, membasahi jalan aspal di depan kantor Burhan. Hatinya yang gersang seketika gerimis. Allahumma shayyiban naafi‘aan, ya Allah…, turunkanlah hujan yang bermanfaat, lirihnya dalam hati.

Ditatapnya lekat tetesan air yang jatuh. Pikirannya yang kalut kini terasa sedikit lebih tenang. Sudah hampir dua pekan terakhir ia tak dapat bekerja dengan nyaman, alasannya adalah karena seorang temannya selalu memintanya memberikan waktu khusus untuk ber-facebook ria di kantornya.

Kejadiannya bermula saat Burhan membuatkan facebook untuk temannya, Farid, dua bulan lalu. Sejak saat itu, Farid semakin sering mengakses facebook. Hingga akhirnya Farid menjadi pecandu facebook sejati. Segala usaha dilakukan, mulai dari membeli hape yang dapat digunakan sebagai modem, hingga nge-net gratis di kantor Burhan.

“Kriiiiing…,” hape-nya berdering. Satu panggilan masuk. Dari Farid.

“Halo, assalamu‘alaikum…,” kata Burhan tak bersemangat saat menjawab telepon dari Farid.

Dari seberang telepon, Farid menjelaskan maksudnya yang telah menjadi rutinitas, nge-net di kantor Burhan.

“Okay! Pukul lima ane ke kantor ente,” kata Farid mengakhiri teleponnya.

Burhan tak kuasa menolak.

***

Malam itu, Burhan meringis. Giginya terasa begitu sakit. Urat-urat di gusinya seolah ditarik dengan amat keras. Dipeganginya pipinya, lalu ia berujar pada Farid yang sedang asyik dengan facebook, “Rid, tolong matiin musiknya, gue lagi sakit gigi.”

Burhan berusaha memejamkan matanya sambil menahan sakit.

Pukul tiga dini hari, Burhan terbangun saat mendengar suara pintu kantornya dibuka. Ia mencoba membuka matanya, mencari tahu siapa yang membukanya. Dalam kondisi belum sadar betul, Burhan melihat Farid tengah berdiri di depan pintu, sedang mengeluarkan sepeda motornya.

“Hei, Rid! Mau ngapain sih, lo?!” tanyanya kesal sambil menatap Farid tajam. Seketika rasa kantuknya hilang.

“Saya mau keluar,” jawab Farid datar.

“Maksud lo? Terus nanti lo ke sini lagi gitu? Ngerjain banget sih, lo!!”

Farid terdiam, lalu berseloroh, “Nggak, saya mau ke tempat teman.”

Sesaat kemudian Farid melesat meninggalkan Burhan sendiri di kantornya. Pintu masih terbuka lebar.

Burhan bangkit. Udara dingin menusuk-nusuk tubuhnya. Ditutupnya pintu. Ia mengelus dadanya sambil berdo‘a, “Ya Allah…, jadikan untukku kebaikan yang banyak sebagai kafarat atas kejadian malam ini dan hari-hari sebelumnya…, ikhlaskan hati hamba, ya Allah…, jangan biarkan setan menanamkan rasa benci dalam hati ini…, jadikanlah hamba seorang pemaaf, ya Rabb…”

Air matanya menetes. Ia merasakan bahwa Allah sedang membelainya lembut. Meliputinya dengan limpahan rahmat-Nya.

No comments: