Tuesday, April 28, 2009

Santika

Pagi itu telepon genggam Sulis berdering. Sebuah sms masuk. Isinya tentang pemberitahuan bahwa saat itu ‘Santika’ membuka pendaftaran anggota baru.

Tanpa berpikir panjang. Dibalasnya sms tersebut sebagai pertanda bahwa dirinya siap bergabung menjadi anggota satuan pengaman ketika organisasi politik yang menjadi payung dari ‘Santika’ menggelar kegiatan atau acara-acara perhelatan besar.

Angannya mulai melanglang buana. Melambung tinggi. Ia membayangkan dirinya nanti akan masuk dalam barisan terdepan. Dengan tangan yang saling bergandeng erat antara satu petugas dengan petugas lainnya. Pandangannya sedikit mendongak ke atas, menandakan kesigapannya untuk memantau dan mengamankan jalannya sebuah acara. Dengan seragam kebesaran dan kerudung yang berkibar-kibar laksana bendera.

“Halo.., Mbakke…, mau ikut gabung di Santika juga tidak? Aku sudah daftar loh…,” katanya pada salah seorang sahabatnya melalui telepon genggamnya.

Afwan…, aku nggak ngerti nih.., maksudnya apa, Lis?” tanya temannya saat menjawab telepon Sulis.

“Aduh…, gimana sih! Mau ikutan jadi Santika, nggak? Asik loh…, nanti kita bisa mejeng di barisan terdepan…,” katanya lagi dengan semangat berapi-api.

Temannya terdiam sesaat.

“Hallooooo…, masih bersama Sulis di 005?”

Sesaat kemudian temannya bertanya tentang syarat dan cara untuk mendaftar. Sulis menjelaskan semuanya secara detil. Akhirnya temannya memutuskan untuk turut serta menjadi anggota Santika.

“Oh iya, memangnya kamu siap? Kan kamu tidak bisa mandi pakai air dingin, langsung bersin-bersin…, nanti kalau di-tes renang bagaimana?” tanya temannya sesaat setelah Sulis menjelaskan semuanya.

Sulis tersenyum sinis. Jika temannya melihat ekspresi wajahnya saat itu, ia pasti akan memutuskan untuk kabur menyelamatkan diri, tanda-tanda kemarahan sudah muncul.

Sulis lalu berkata pada sahabatnya, “Eh! Catat baik-baik ya, Mbakke!! Memangnya kalau mandi pakai air hangat, tidak boleh ikut Santika? Lagipula aku nggak segitunya kali….”

“Iya…, afwan deh. Ya sudah, nanti pulsamu habis. Matikan dulu ya?” kata temannya menyudahi.

Tut. Sulis memutus teleponnya dengan penuh kekesalan.

Hari-hari terus berlalu. Sulis masih tetap dengan semangat awal. Saat ini ia sedang berusaha mencari anggota baru agar proses diklat dapat segera dilaksanakan. Syarat minimalnya yaitu ketika anggotanya sudah berjumlah lebih dari duapuluh orang.

Setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah untuk mengajar, Sulis menyempatkan diri untuk sit up dan push up.

Wah…, lama-lama perutku bisa six pack nih, pikirnya setiap kali selesai latihan pagi.

Dari dalam ruang tamu, mamahnya selalu geleng-geleng kepala setiap kali melihat Sulis melakukan olah raga pagi, heran dengan kebiasan baru putri semata wayangnya.


***

Siang itu Sulis bersama anggota lainnya berangkat ke tempat diklat dilaksanakan, jumlah peserta sudah lebih dari duapuluh orang.

Seluruh peserta di-tes satu per satu. Mulai dari panjat jaring, berjalan di atas seutas tambang, hingga berlumpur-lumpur ria.

Seluruh peserta berbaris rapi.

Instruktur mendatangi mereka dan berkata, “Baik, ini adalah tes terakhir kalian semua…, berenang di danau sebelah sana.”

Seluruh peserta melihat ke arah danau yang ditunjuk oleh instruktur. Airnya kotor, warnanya hijau tua.

“Jaraknya sekitar limapuluh meter. Ada pertanyaan?” tambah instruktur.

Semua peserta diam.

Instruktur memerintahkan mereka berbaris. Satu per satu dari mereka diminta berlari ke arah danau, lalu terjun bebas dan mulai berenang.

Jeburrrr…,” suara air danau saat terhempas oleh badan para anggota Santika.

Sulis menanti giliran dengan jantung berdebar, diliputi perasaan cemas luar biasa. Tiba-tiba saja Sulis terserang flu mendadak, bersin-bersin tanpa dapat dikontrol.

Saat gilirannya tiba, Sulis berlari sambil berteriak sekeras-kerasnya, “Mamaaah…, do‘akan Suliiis…, Allaaaaaaaahu akbar!!”

Brugg…,” suara orang jatuh.

Mamah dan bapak lari ke kamar, melihat apa yang terjadi pada putri mereka.

Saat masuk kamar, keduanya tersenyum dan mamah berseloroh, “Oalah… piye toh, Lis…, sudah sebesar ini masih ngelindur…”

Sulis garuk-garuk kepala. Terdiam. Masih belum sadar dengan apa yang sebenarnya terjadi.

2 comments:

Anonymous said...

Ih.. gak gini-gini amt kali.., belum pernah merasakan jadi kepanduan yoo.. =p

DANIE BIN SAKIM said...

masih terlalu simpel, bang.
paling tidak ada info dikit tentang santika. meski sebenarnya abang jangan nangung kalo ingin memberikan info detail tentang santika. pun harus bawa-bawa partai. biar yang baca juga gak merasa bingug dan asing meski baru pertama kali tahu tentang santika.
semangat yang ditimbulkan dari sulis patut di tularkan.
for all,
keep spirit to write.
okeh.
:-)