Wednesday, November 12, 2008

Surat Izin Mengemudi

Sabtu lalu aku bersama 3 orang sahabatku berangkat menuju Tangerang, teman kami hari itu mengadakan syukuran atas pernikahan yang telah mereka gelar 2 bulan yang lalu di Purworejo. Jadi acara ini dikhususkan untuk teman-teman yang tak sempat hadir ke Purworejo kala itu.

Sebelum berangkat, kami memutuskan untuk berkumpul di masjid dekat rumahku seusai shalat zhuhur. Ketika aku dan 2 orang sahabatku telah berkumpul, menunggu seorang lagi yang masih di rumahnya, ada sebuah ungkapan salah seorang sahabatku yang membuatku merasa perlu mengutipnya untuk dijadikan bahan diskusi,

“Akh, antum mau ke Tangerang memang sudah punya SIM?” Tanya seorang sahabatku pada sahabatku yang duduk disebelahku.

“Belum, ana tidak mau tunduk dengan peraturan jahiliyah yang dibuat polisi.” Jawabnya enteng sambil tertawa.

Mendengar jawabannya, aku spontan menyambung perbincangan mereka. Kukatakan padanya,

“Duh, kayaknya baru kemarin antum bilang belum berani naik motor di jalan raya, sekarang kok sudah s.o.t.o.y benget, bilang saja belum ada dana untuk buat SIM.”

Sopntan ia tertawa mendengar apa yang aku utarakan padanya. Temanku memang cukup pesat perkembangannya dalam hal mengendarai sepeda motor, salah satu faktornya adalah karena ia memilih membeli sepeda motor matic. Ya…, begitulah sepeda motor saat ini, keberadaannya cukup penting karena Rasulullah saw. berpesan bahwa setiap muslim harus belajar memanah, berkuda, dan berenang. Jadi ketika seseorang dapat mengendarai sepeda motor, seolah-olah ia telah mampu menunggangi kuda elektrik (tafsir gaul, hanya untuk memotivasi).

“Ana tidak ingin direpotkan dengan ‘ganti gigi’ akh ketika ngendarain motor.” Ungkapnya waktu itu. Jadi ia bisa dengan leluasa memainkan gas, tanpa harus mengimbanginya dengan ‘gigi-gigi’ motor yang baginya sedikit merepotkan, “Tinggal mainin gas dan rem saja akh.” Katanya di waktu yang lain.

Hujan rintik-rintik mengiringi keberangkatan kami siang itu, dan di tengah perjalanan hujan semakin lebat. Membuat kami harus ekstra hati-hati terhadap jalan raya yang berlubang dan licin.

Setelah lebih kurang 2 setengah jam, akhirnya kami tiba di tempat walimatul ‘ursy, Jatiuwung – Kota Tangerang. Sahabatku bersiap untuk parkir sepeda motor di halaman, tetapi sahabatku yang menjadi pemandu jalan memintaku untuk memastikan tempat dengan bertanya kepada panitia. Ups…, ternyata kami salah tempat. Kami meninggalkan tempat itu sambil tertawa.

Kemudian kami kembali berputar-putar, dan akhirnya kami menemukan alamat yang diberikan oleh teman kami melalui SMS. Ketika memasuki pintu, mempelai pria dan wanita spontan berdiri sambil berkata, “Ya Allah akhi, alhamdulillah akhirnya antum datang juga.”

Aku memang tak memberi kabar kepada mereka rencana kedatangan kami, surprise. Akhirnya kami disambut dengan sangat baik hari itu.

Kembali ke masalah SIM, sebenarnya banyak orang yang mampu mengendarai sepeda motor atau bahkan mobil tetapi mereka tak memiliki SIM. Jadi dapat disimpulkan bahwa mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian tanpa legal formal yang berlaku di Indonesia.

Begitupun dalam bidang lain, sebenarnya banyak orang yang memiliki bakat atau karena pelatihan secara otodidak yang mereka lakukan, yang menjadikan mereka mampu dalam suatu bidang, tetapi dengan ketiadaan ijazah/ sertifikasi dari suatu lembaga, membuat mereka harus ‘gigit jari’. Tak ada kesempatan baginya untuk unjuk gigi, karena yang pertama kali ditanya adalah mana ijazah anda? Lulusan dari mana anda? Dan pertanyaan lain yang menghambat langkah orang-orang yang mendapat ilmu secara otodidak.

Kembali ke bahasan walimatul ‘ursy, setelah beramah-tamah kami memutuskan untuk pulang sebelum maghrib. Aku menggantikan temanku untuk memegang kendali sepeda motor. Katanya ia ingin menikmati suasana Kota Tangerang.

Namun sayang, ketika kami menempuh perjalanan pulang, hujan kembali mengguyur kami. Membanjiri jalan yang kami lalui. Aku terpisah dengan pemandu jalan, akhirnya kami tersesat ke sebuah perumahan elit, sebuah tempat yang sangat asing bagi kami. Tak ada pilihan lain kecuali menunggu sampai datang pertolongan, dan beberapa menit kemudian pemandu jalan (sahabatku) menghubungi kami yang sedang dilanda kebingungan, akhirnya ia memandu kami melalui telepon genggamnya. Alhamdulillah, akhirnya kami dapat bertemu kembali dan melanjutkan perjalanan yang cukup melelahkan.

Sebuah perjalanan yang penuh dengan kenangan….

1 comment:

insidewinme said...

Hari ini kaum Muslimin berada dalam situasi di mana aturan-aturan kafir sedang diterapkan. Maka realitas tanah-tanah Muslim saat ini adalah sebagaimana Rasulullah Saw. di Makkah sebelum Negara Islam didirikan di Madinah. Oleh karena itu, dalam rangka bekerja untuk pendirian Negara Islam, kelompok ini perlu mengikuti contoh yang terbangun di dalam Sirah. Dalam memeriksa periode Mekkah, hingga pendirian Negara Islam di Madinah, kita melihat bahwa RasulAllah Saw. melalui beberapa tahap spesifik dan jelas dan mengerjakan beberapa aksi spesifik dalam tahap-tahap itu