Tuesday, November 18, 2008

Allah Membalasnya di Dunia

Ahad kemarin menjadi hari yang cukup menyedihkan untukku, pasalnya hari itu aku kehilangan orang-orang yang kucintai karena-Nya, beberapa orang sahabat yang tak lain adalah binaanku. Sedih memang kala harus membuat sebuah keputusan untuk melepas mereka dan memberikannya pada pejuang dakwah lain.

Kesedihanku semakin bertambah kala itu, dari MC hingga yang mendapat jatah untuk kultum (kuliah terserah antum), masing-masing memerankan tugasnya dengan sangat baik, tak seperti hari-hari sebelumnya.

Banyak hikmah yang dapat kuambil dari peristiwa ahad pagi menjelang siang kemarin. Salah satunya adalah terbukanya luka lama yang mungkin dahulu pernah kuperbuat terhadap orang yang sangat berjasa dalam kehidupanku, seorang murabbi yang dengan gigih membimbingku menapaki jalan dakwah yang panjang lagi berliku. Saat itu aku meminta kerelaannya untuk resign dari halaqah karena beberapa hal atau mungkin lebih tepat dikatakan masalah yang kuhadapi dalam halaqah tersebut. Mulai dari masalah bersitegang dengan teman halaqah yang kala itu mendapat kritik pedas dariku karena seringnya ia terlambat atau bahkan tak hadir halaqah. Kemudian yang lain menganggapku merebut posisi strategis di halaqah.

Malam itu kukirimkan sebuah pesan singkat kepada beliau, intinya aku menjelaskan ketidak-nyamanan yang kurasakan padanya. Dengan heran beliau menjawab pesanku, “Ada apa ini akh? Ana tidak paham.”

Akhirnya aku menjelaskan maksudku secara gamblang dengan mengirimi beliau jawaban, “Afwan pak, ana mau minta di mutasi.”

Betapa terkejutnya beliau. Beberapa saat kemudian beliau mengirimiku sms lagi, mencoba mengajakku untuk berpikir ulang, isinya,

Akhi, apa tidak ada jalan lain
selain pndh halaqah? Knp smua
mslh hrs diselesaikn dgn pndh hlqh?
Apa tdk sebaiknya dibicarakn trlbh dhlu?

Entah apa yang ada dipikiranku saat itu, aku menolak mentah-mentah tawarannya, kusanggah sarannya dengan bahasa yang tak indah, yang hingga kini membuat dadaku sesak ketika mengenangnya. Mengapa aku tega menyakiti hatinya kala itu? Ternyata emosi membuatku tak mampu menggunakan akal sehat ketika mengambil tindakan. Hingga akhirnya aku tak kuasa menyembunyikan kesedihan, aku menangis sejadi-jadinya di hadapan seorang saudara seiman. Melepas kesedihan yang mungkin tak cukup untuk menebus kesalahan yang telah kuperbuat.

Saat itu beliau membuat keputusan yang membuatku merasa bersalah hingga kini. Beliau mengatakan padaku, “Akhi, jika antum pindah, berarti halaqah ini akan ana bubarkan.”

Aku mencoba menyakinkan beliau untuk tetap mempertahankan halaqah meskipun aku mengundurkan diri, aku beralasan bahwa ada seorang teman halaqah yang belum siap jika harus berpisah. Suatu malam temanku meneleponku, dan menanyakan rumor yang didengarnya,

“Akhi, apa benar halaqah kita mau dibubarkan? Ana belum siap jika harus dimutasi. Kalau antum sendiri bagaimana akh?”

“Duh, afwan ya. Hal ini ana tidak dapat memberi keterangan pada antum, sebaiknya tanyakan saja pada ustadz kita.”

“Pokoknya kalau sampai itu terjadi, ana akan boikot. Bahkan kalau perlu ana lebih baik tidak halaqah daripada harus berpisah. Ana belum siap akh.”

Begitu keluhnya padaku melalui telepon genggam. Entah apa jadinya jika ia tahu bahwa akulah yang menyebabkan semuanya terjadi. Karena aku meminta dimutasi membuat temanku merasa frustasi. Ya Allah, ampunilah hamba-Mu yang dhaif ini. Yang telah menyakiti banyak hati kala itu.

Kini hal itu menimpaku. Aku merasakan sakitnya bagaimana diperlakuan secara tidak baik oleh binaan. Kejadiannya hampir mirip 90%, tetapi aku bersyukur tak ada seorangpun binaanku yang mengancam untuk berhenti halaqah. Cukuplah aku yang menanggung sakit ini.

Ya Allah, jika ini yang terbaik untukku, aku rela menerimanya. Jika ini dapat menebus kesalahan yang pernah kuperbuat pada orang yang berjasa padaku, maka aku berlapang dada menerimanya.

Semoga qishash yang kurasakan saat ini dapat menyelamatkanku dari pengadilan akhirat, di mana tak ada satupun makhluk yang luput dari pengadilan-Nya, tak ada seorangpun yang mampu berkelit atau mencari alasan untuk sebuah pembenaran. Astaghfirullahal ‘azhim, wa atubu ilaik…




“Dari Anas ra. ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Apabila Allah menghendaki hamba-Nya menjadi orang yang baik, maka ia menyegerakan siksaannya di dunia, dan apabila Allah menghendaki hamba-Nya menjadi orang jahat, maka Ia menangguhkan balasan dosanya sehingga Allah akan menuntutnya pada hari kiamat. Lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya besarnya pahala itu tergantung besarnya ujian. Apabila Allah Ta’ala mencintai suatu bangsa, maka Allah menguji mereka. Sehingga siapa saja yang ridha, maka Allah akan meridhainya dan siapa saja yang murka, maka Allah akan memurkainya.’” (HR. Tirmidzi)

No comments: