Sore itu, suasana mendung disertai dengan suara guntur yang sesekali terdengar memecah kesunyian. Saat itu aku dan rekan kerjaku masih duduk di depan komputer tempat kami bekerja, menunggu waktu pertemuan yang harus kami hadiri sore itu. Hujan halus bak rambut turun perlahan, membuat udara sekitar terasa lembab.
Pukul 17.20 WIB kami pamit dari tempat kerja. Hujan masih turun waktu itu, kami mempercepat laju kendaraan agar sampai sebelum adzan maghrib berkumandang. Dengan bekal sepotong roti di dalam tas masing-masing, kami berencana untuk ifthar di mushalla tempat pertemuan.
“Wah, kalau begini kita nggak bisa sampai di sana sebelum maghrib nih.” Kata temanku ketika memasuki jalan raya Akses UI. Sejauh mata kami memandang, yang terlihat hanya deretan antrian kendaraan bermotor yang memadati jalan raya. Entah apa sebabnya, yang jelas antrian itu baru terjadi ketika memasuki bulan Ramadhan ini.
“Ada ide?” Katanya lagi.
Aku berpikir sesaat. “OK, kita balik arah saja, sepertinya di depan Markas Brimob ada jalan kecil deh, siapa tahu bisa.” Kataku mencoba memberi opsi.
Tanpa berpikir panjang, temanku segera memutar balik kendaraannya menuju jalan yang kujadikan sebagai opsi. Alhamdulillah, ternyata jalan yang kami tempuh memang jalur alternatif yang belum banyak orang tahu, sehingga tidak terlalu ramai dan memuluskan perjalanan kami.
Setelah hampir 30 menit, kami tiba di lokasi. Senang rasanya karena rencana kami untuk sampai sebelum maghrib tercapai.
Kami merapikan barang bawaan. Beberapa menit kemudian terdengar adzan maghrib dari mushalla yang luasnya sekitar 4 x 5 meter persegi yang memiliki daya tampung sangat terbatas, 2 shaf untuk jama’ah laki-laki dan 2 shaf untuk jama’ah perempuan.
Setelah minum air yang kami bawa dari rumah, kami bergegas menuju mushalla agar mendapat kesempatan berjama’ah pada kloter pertama, karena jika terlambat kami harus rela menunggu giliran untuk melakukan shalat. Miris memang, tempat yang banyak dikunjungi orang hanya disediakan tempat shalat yang sangat terbatas.
###
Seusai shalat aku dan teman kerjaku mencari tempat untuk menunggu pertemuan dimulai. Saat itu kami putuskan untuk menunggu di bawah pohon depan gedung utama. Di tempat itulah kami mengeluarkan bekal yang sudah kami bawa tadi, ya…, sepotong roti adalah menu kami berbuka puasa sore itu.
Ketika kami mulai menyantap roti, dua ekor kucing menghampiri kami. “Hus…, hus…” kata temanku ketika mengusir kucing yang mendekat ke kakinya. Kemudian kedua kucing itu duduk di hadapan kami. Aku tak tega melihat kucing-kucing itu, mereka memandangi kami yang sedang asyik menyantap roti.
Kuberikan sedikit rotiku pada kucing-kucing itu, ternyata kucing-kucing itu suka dan memakannya dengan lahap. Kuberikan lagi roti yang masih tersisa, sedikit-sedikit…, “Sedekah sama kucing nih…” kataku ketika memberikan roti.
Setelah roti habis, aku menuju ruang pertemuan. Tempatnya cukup jauh, sekitar 7-10 menit jika ditempuh dengan jalan santai. Temanku lebih baik, ia tak perlu berjalan lagi karena tempat pertemuannya di gedung dekat mushalla.
###
Setelah acara selesai, aku kembali berjalan kaki menuju gedung tempat temanku berada. Di tengah perjalanan, seseorang yang tak kukenal menawariku untuk mengantarkanku ke tempat temanku dengan motornya. Entah apa yang mendorongnya untuk memberi tumpangan padaku. Padahal saat itu tidak hanya aku yang berjalan kaki, banyak orang lain yang juga searah denganku. Mungkinkah karena roti yang kuberikan pada kucing tadi? Wallahu a’lam.
“Sungguh, Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, dan tidaklah mereka memberikan infak baik yang kecil maupun yang besar dan tidak (pula) melintasi suatu lembah (berjihad), kecuali akan dituliskan bagi mereka (sebagai amal kebajikan), untuk diberi balasan oleh Allah (dengan) yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. at-Taubah: 120-121)
Sebuah catatan sejarah:
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, ‘Pada suatu hari ada seorang lelaki yang berjalan. Di tengah perjalanan ia kehausan, ia menemukan sebuah sumur, maka iapun turun ke dalamnya dan meminumnya. Kemudian ia keluar, tiba-tiba ada seekor anjing yang menjilat-jilat tanah karena kehausan, lantas orang itu berkata, ‘Anjing ini benar-benar kehausan sebagaimana diriku.’ Kemudian ia turun lagi dan mengisi sepatunya dengan air sampai penuh, kemudian ia menggigit sepatunya dan naik ke atas lalu ia memberinya minum. Allah memuji perbuatan orang itu karena menolong anjing dan Allah mengampuni dosanya.’ Para sahabat bertanya, 'Wahai Rasulullah, apakah menolong binatang juga memperoleh pahala?’ Beliau menjawab, ‘Menolong setiap makhluk yang mempunyai limpa itu mendapatkan pahala.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
No comments:
Post a Comment