Jantungnya berdegub kencang malam itu, pasalnya 2 setengah hari lagi ia akan melangsungkan pernikahan. Resah hatinya kala itu, ia khawatir akan masa depannya yang belum jelas, ia meragukan ‘calon’ yang akan dicarikan ustadzahnya. Hari di mana seseorang seharusnya merasa bahagia menunggu saat-saat bahagia tiba. Pikirannya kalut.
Asw. ‘af1 akh, 2 hr lg ana
mo nikah, mhn doa spy
smua lncr y akh…
oya akh, ana msh ragu niy.
SMS itu dikirimnya pada seorang sahabat lamanya. Ia merasa perlu mengurangi beban hatinya dengan berbagi kisah pada sahabatnya.
Sesaat kemudian sahabatnya mengiriminya SMS balasan, isinya,
Wlkmslm.
Mang knp ukht, bknnya ant
sdh memutuskn utk mnkh?
Tak ada alasan bg ant utk ragu
jk sdh tsiqah dg ustadzah ant…
kan ant prnh blg, mnkh dgn org
yg qt cntai adl kmungkinan, sdg
mncintai org yg qt nikahi adl
kwjbn, saatnya mrealisasikn
ucpn tsb ok.
af1.
Setelah membaca SMS itu ia kembali mengingat saat dimana ustadzahnya menawarinya untuk menikah tahun ini, tapi ia tak diberi tahu seperti apa calon suaminya, asal usul keluarganya, bahkan namanya pun ia tak mendapat bocoran.
“Anti tinggal lobi keluarga anti saja kok, jika semua setuju kita akan persiapkan semuanya ok!” Kata ustadzah padanya.
Ia terdiam sesaat, memikirkan tawaran itu baik-baik. Ia meyakinkan dirinya bahwa ustadzahnya tak akan menjerumuskan.
“Gimana ukht? Mau nda?” Tanya ustadzah lagi.
Kini ia memantapkan hatinya untuk melangkah. Dengan mengucap basmalah, ia kemudian menganggukkan kepala tanda setuju.
###
Di tempat lain, sang ustadz juga menawari muridnya untuk menikah.
“Akhi…, ana mau bicara serius ni sama antum.” Kata ustadz sambil memegang bahu muridnya.
“Wah, bicara apa sih ustadz? Kok tumben sampai datang ke sekretariat malam-malam.” Kata murid penasaran.
“Jadi begini akh, ana mau tawarin antum untuk walimah. Tapi acaranya 2 hari dari sekarang. Jika antum siap kita berangkat ke tempat akhwatnya, insya Allah dia sudah menyiapkan semuanya. Antum tinggal bilang setuju, trus ijab qabul, gimana?” Kata ustadz menjelaskan maksud kedatangannya.
“Duh, siapa sih yang nggak ingin walimah, tapi kalau begini ana nggak siap deh tadz, ana nggak mau beli kucing dalam karung. Ana kan harus penjajakan dulu, baru ambil keputusan.” Kata murid serius.
“Akhi…, dalam Islam itu nda ada istilah beli kucing dalam karung, coba antum pikir baik-baik. Bukankah surga sendiri adalah sesuatu yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga dan belum pernah pula terbersit dalam hati manusia? Surga adalah kado spesial untuk orang-orang yang benar keimanannya akhi. Begitupun dengan masalah ini, ana ingin memberikan yang terbaik untuk antum. Antum tsiqah nda sama ana? Apa antum takut kalau ana akan menjerumuskan antum?” Kata ustadz mencoba meyakinkan muridnya.
“Afwan ustadz, ana nggak bermaksud begitu kok. Insya Allah ana coba ustadz.” Kata muridnya mantap.
“Nah, gitu dunk akh. Antum kan kepanduan, masak ditawari walimah nda berani...,” ustadz mencandai muridnya untuk menghilangkan ketegangan.
“Ah, ustadz bisa saja niy.” Kata muridnya sambil tersenyum.
“Ya sudah, ana tunggu di sini. Antum siapkan perlengkapannya sekalian izin sama orang tua ya, minta restu mereka.” Kata ustadz pada muridnya yang masih tampak raut kebimbangan di tengah senyumnya.
“Sekarang tadz?” Kata muridnya meledek sang ustadz.
“Ya ampun akhi..., cepat sana, jangan buang waktu. Jangan kayak orang Yahudi yang banyak bertanya ketika diberi perintah.”
“Siap tadz...,” kata murid sambil menegakkan badan, posisi telapak tangan menempel di kening, tanda hormat.
###
Sesampainya di rumah, ia mengemasi barang yang dibutuhkan untuk acara di sana, baju koko, celana panjang, peci hitam, dan beberapa perlengkapan lain. Setelah semua rapi, ia menghampiri ibunya yang sedang duduk di ruang tamu.
“Bu, Al mau nikah 2 hari lagi, sekarang mau pergi ke tempat calon bu. Mohon doa restu ya.” Kata Al pada ibunya.
“Eh, kalau bercanda yang betul dunk nak, nanti kalau ibu jantungan gimana?” Kata ibunya bercanda.
“Ye..., ibu ini gimana, yang namanya bercanda ya nda betul lah bu, supaya lucu.” Jawab Al santai.
“ Tapi yang ini bukan bercanda bu, Al malam ini harus berangkat ke sana. Mohon doa ya.” Kata Al lagi mencoba meyakinkan ibunya.
Ibunya terdiam, dipandangi wajah anaknya. Sesaat kemudian ibu angkat suara, “Nak, kamu bukan anak kecil lagi, jadi apapun yang akan kamu lakukan akan ibu dukung. Mungkin sudah saatnya kamu mengurusi diri sendiri, di sini kan masih ada adik dan kakakmu. Tapi kok mendadak sekali ya? Ibu belum tahu seperti apa calonmu itu?”
“Oh..., tenang saja bu, calonnya cantik kok. Ibu nda perlu khawatir.” Kata Al mencoba menenangkan hati ibunya.
“Oya, kakak dan Iqbal mana bu? Al mau pamit sama mereka.” Kata Al sambil melangkah ke ruang tengah, mencari kakak dan adiknya.
Setelah semua dipamiti, ia kembali ke tempat ibunya duduk. Diciumnya tangan ibu, air matanya meleleh membasahi tangan ibunya, ia tak kuasa menahan haru. Setelah malam itu ia tak lagi sendiri, akan ada seorang wanita shalihah yang telah dijanjikan Allah untuknya ketika ia masih dalam rahim ibunya, yang akan mendampinginya mengarungi jalan da’wah yang panjang dan berliku.
“Bu, Al berangkat ya..., assalamu’alaikum.” Kata Al ketika melangkah keluar. Ibu dan kakak serta adiknya turut mengantar kepergiannya hingga ke teras rumah. Ayahnya sedang keluar kota, tugas kantor.
“Oya bu, salam untuk bapak ya..., nanti kalau sempat Al telepon bapak juga deh.” Katanya sambil melambaikan tangan.
###
“Assalamu’alaikum ustadz, afwan lama ya.” Katanya ketika kembali ke tempat ustadznya menunggu.
“Nda apa-apa, yuk kita berangkat. Perjalanan kita cukup jauh nih.” Kata ustadz sambil menggandeng tangan Al.
“Memang rumahnya di mana tadz?” Tanya Al penasaran.
“Purworejo.” Jawab ustadz singkat.
“Haah..., jauh sekali ustadz.” Kata Al kaget.
Ustadz tak berkomentar. Mereka terus melangkah menuju mobil yang sudah menunggu mereka sejak tadi.
###
Setelah menempuh perjalanan hampir 15 jam, Al beserta ustadz tiba di sebuah rumah sederhana tempat akhwat calon istrinya menunggu. Jantungnya berdegub kencang. Ia tak sabar ingin melihat wajah calonnya. Di dalam rumah, Aisyah pun merasakan hal yang sama.
Selepas shalat zhuhur, keduanya dipertemukan. Cesss..., keduanya saling menatap, Aisyah dan Al segera menundukkan pandangan mereka. Keduanya tersenyum, teringat pada iklan ice cream yang sering tayang di TV, dalam iklan itu si wanita melihat foto calonnya ketika masih kecil, namun ia tak menyangka bahwa ketika dewasa sangat jauh berbeda. Keduanya pun teringat pada semboyan iklan itu yang mengatakan, “Kaget dapat lebih?”
Tasbih dan tahmid tak henti-hentinya diucapkan keduanya, juga istighfar agar keduanya tetap dapat menjaga hati hingga ijab qabul besok.
Sebuah persembahan untuk sahabat..., semoga menjadi pernikahan yang diberkahi.
Bàrakallàhu laka wa bàraka ‘alaika wa jama‘a bainakumà fi khairin...
No comments:
Post a Comment