Tuesday, June 24, 2008

memorable night in hospital

Sekitar pukul 20.15 WIB dokter jaga mengontrol keadaan pasien, aku salah satunya. Setelah memeriksa tensi darah, dokter itu menanyakan kondisi terakhirku pada perawat yang mendampinginya.

“Saiful Anwar, trombosit 101, baru masuk tadi sore dok.” Kata perawat lelaki itu menjelaskan.

“Ok, dijaga ya pak, jangan sampai trombositnya turun.” Pesan bu dokter padaku, lalu meninggalkanku dan mengontrol pasien lainnya.

Aku hanya menjawab dengan senyum optimis. Aku bersyukur karena trombositku masih terbilang baik dibandingkan pasien lainnya. Rata-rata mereka masuk ke RS setelah jumlah trombositnya di bawah 50 ribu. Orang di sebelahku misalnya, ia masuk ke ruang Kakatua tempat aku dirawat satu jam setelah aku masuk, trombositnya saat itu tinggal 35 ribu.

Aku menargetkan bisa pulang dalam waktu 3 hari, karena pasien dengan diagnosis DHF akan membaik dalam kurun waktu lebih kurang 7 hari karena virus dengeu memiliki masa inkubasi antara 4-6 hari.

Aku terus berdoa agar dapat meninggalkan RS secepat mungkin. Aku tak ingin hidup terisolasi dari saudara seiman yang lain, aku rindu shalat berjama’ah di masjid, berbincang dengan keluarga, saudara, dan teman-teman.

Hari kedua tiba, banyak saudara yang mengunjungiku di hari itu. Aku senang karena masih diperhatikan oleh mereka. Sorenya, 3 orang teman semasa sekolah di SMK datang menjenguk plus teman kerjaku yang hanya seorang. Kehadiran mereka memberikan motivasi luar biasa bagiku, aku semakin ingin cepat pulang agar bisa berinteraksi lagi dengan mereka.

Selang beberapa menit datang lagi dua orang saudara seiman, mereka teman pengajianku. Aku merasa sangat diperhatikan dengan kehadiran mereka semua. Kerinduanku pada mereka sedikit terobati. Tapi sayang, jam besuk yang diberikan oleh RS hanya dua jam, jam 17.00 – 19.00 WIB.

Baru beberapa menit kami berbincang, datang lagi beberapa orang teman ibuku, akhirnya mereka pamit. Sedih rasanya ditinggal mereka pulang. Tetapi salah seorang dari teman semasa sekolah berjanji akan datang lagi besok.

Ok, hal itu membuatku sedikit lega. Aku tak sabar untuk bertemu lagi besok.

Malamnya HP-ku memekik, ada pesan masuk. Kubuka, ternyata dari teman yang berjanji akan datang lagi besok. Isinya,

Akhi, besok ana dan Dani boleh menginap tidak?
Insya Allah kami datang setelah Dani pulang kerja.

Aku menyambut baik rencana itu, sekalian memberikan waktu untuk ibuku beristirahat di rumah karena selama 2 hari terakhir beliau yang menunggui aku di RS ditemani kakak perempuanku.

Kujawab sms itu,

Boleh, tapi apa ant bersedia bantu ana
jika ingin pipis pake pispot?
Atau jika ana perlu bantuan lainnya?

Sms yang sama juga kukirim ke Dani, dan keduanya menjawab,

Insya Allah, itu nggak masalah.

Rabu sore akhirnya tiba, sesuai rencana kedua orang sahabatku datang, lalu menyalami ibuku. Beberapa saat setelahnya ibuku pamit dan menitipkan aku pada dua orang sahabatku.

Adzan ‘isya mengalun, aku meminta kedua sahabatku untuk shalat berjama’ah di dekatku agar aku bisa ikut berjama’ah juga. Aku tersenyum, teringat pada film Ayat-ayat Cinta karya Hanung Bramantyo… dalam film itu tokoh Maria meminta Fahri dan Aisyah untuk shalat berjama’ah di mana Maria ingin berma’mum dengan suaminya. Akhir dari penggalan film itu Maria meninggal ketika melaksanakan shalat berjama’ah. Aku berpikir sesaat, apa aku akan mengalami nasib yang sama dengan Maria, meninggal di RS ketika melakukan shalat berjama’ah. Aku kembali tersenyum.

Seusai shalat, aku tersenyum pada dua orang sahabatku. Kukatakan pada mereka, “Ternyata ana nggak bernasib sama dengan Maria…”, mereka tertawa…

Seperti biasa dokter datang mengontrol pasien. Ketika memeriksaku, dokter berpesan padaku agar lebih banyak minum karena trombositku turun lagi. Sekarang tinggal 42 ribu. Jadilah malam itu aku harus bekerja keras dengan meminum air sebanyak mungkin, dua sahabatku tadi menjadi pemandu untuk dapat menghabiskan air yang tersimpan di botol-botol ukuran 1,5 liter.

Pukul 10.15 WIB aku tertidur. Dua orang sahabatku masih berjaga untuk menungguiku.

Pukul 00 lebih beberapa menit, aku dikejutkan dengan kedatangan dokter.

“Maaf, Saiful trombositnya turun lagi jadi 20 ribu, jadi harus diambil darah sekarang.” Kata dokter itu, aku masih belum sadar betul.

Innalillahi… aku kaget. Sebelumnya darahku diambil setiap 12 jam sekali, tapi kini harus diambil setiap 6 jam karena trombositku terus turun. Aku sedih, tak tahu harus berbuat apa untuk menaikkan trombosit.

Jika trombositku terus turun dan berada di bawah 10 ribu, berarti aku akan mengalami pendarahan dan memerlukan transfusi darah. aku tak mau hal itu terjadi, kuputuskan untuk bergadang malam itu, minum sebanyak mungkin untuk menaikkan trombosit. Dua sahabatku dengan sabar membantuku untuk mengambil air di meja.

Kerja keras semalam membuahkan hasil, setelah shalat subuh dokter datang lagi untuk mengambil darah. sahabatku mengantarkan darahku ke lab untuk diperiksa. Paginya, aku senang karena trombositku naik 14 ribu menjadi 34 ribu.

Kalau dipikir, sakit yang kurasakan seolah membawaku pada dunia game. Aku pernah bermain sebuah game pertarungan dalam sebuah kejuaraan bela diri, Mortal Combat. Dalam game itu, setiap petarung akan kehilangan darah ketika mendapat serangan, dan akan mati ketika darahnya sudah kosong. Lucu, sekaligus mengerikan.

Kini sahabatku tinggal seorang. Dani sudah meninggalkan RS seusai shalat subuh. Ia harus berangkat kerja. Sungguh luar biasa, walau keesokannya bekerja, tapi ia rela bergadang di RS untuk membantu aku. Begitu juga dengan sahabatku yang masih menemaniku di RS pagi itu.

Makan pagi diantarkan oleh petugas. Sahabatku menawariku makan. Aku diam. Ia bertanya mau makannya duduk di mana? Aku tersenyum. Lalu ia bertanya, “Memang kemarin makannya bagaimana?”

“Disuapi.” Jawabku singkat. Aku belum mampu makan sendiri. Kepalaku terasa berat jika dipaksakan untuk duduk. Akhirnya ia menyuapiku. Sungguh, dua orang sahabatku sangat luar biasa. Keduanya mau membantu saudaranya yang sedang tak berdaya. Semoga Allah membalas kebaikan keduanya. Aamiin…

Siangnya ibuku datang. Kemudian sahabatku pamit karena kebetulan siang itu ada tugas yang harus diselesaikan.

Setelah malam itu kondisiku terus membaik. Selain itu semakin banyak saudara seiman yang datang menjenguk. Di antaranya adalah 4 orang saudari perempuan teman kakak perempuanku. Aku tak mengenal mereka. Tapi berdasarkan keterangan yang diberikan kakak perempuanku, mereka datang menjenguk semata karena didorong rasa persaudaraan atas dasar keimanan.

Akhirnya aku dapat kenalan baru. Selain itu, teman yang hanya sempat kutemui dua kali pun datang menjenguk. Sungguh indah persaudaraan yang dibangun atas dasar keimanan.

Benarlah apa yang dikatakan oleh murabbiku yang pertama yang kini berdomisili di Bogor. Ia mengirimiku sms ketika kukabari aku dirawat, katanya,

Insya Allah pada sakit yang antum rasakan,
ada BAROKAH di dalamnya.

Berkah itu datang berupa kunjungan dari saudara-saudara seiman, baik yang kukenal sebelumnya, maupun yang tak kukenal sebelumnya. Selain itu orang-orang yang jarang kutemui pun datang menjenguk…

Alhamdulillahi rabbil ‘aalamiin…


No comments: