Setelah menempuh perjalanan hampir 6 jam, mereka tiba di terminal yang tak terlalu luas. Bangunannya bisa dikatakan tak terawat dengan baik. Letaknya di samping pusat perbelanjaan ITC.
Pintu bis dibuka, penumpang turun satu per satu. Udara panas menyambut kedatangan mereka di Depok, tempat di mana mereka akan mengadu nasib agar dapat bertahan hidup. Udara di Depok memang tak sesejuk di Tasik. Jika musim panas tiba, panas siang hari terasa begitu menyengat kulit.
“Ayo bu cepat.” Kata Pak Hamid sambil menenteng tas besar berisi pakaian dan beberapa barang alat rumah tangga.
“Kita naik angkutan umum 03 itu bu.” Pak Hamid menunjuk ke arah angkutan umum berwarna biru yang sedang ‘ngetem’ menunggu penumpang.
Isterinya dan Alif mengekor. Mereka mempercepat langkah untuk menghindari sengatan matahari.
Alif masuk ke angkutan umum, mengambil posisi di bagian belakang sebelah kanan. Kemudian ibu masuk dan duduk di samping Alif. Bapak masih di luar, memasukkan tas dan barang bawaan ke angkot. Kebetulan angkot yang mereka naiki masih kosong karena ini hari Minggu, hari sepi penumpang.
“Ke mana pak?” Tanya supir.
“Perlimaan Pasar Lama pak.” Jawab Pak Hamid sambil memasukkan sisa barang bawaan.
Setelah semua barang masuk, pak supir membawa mereka meninggalkan terminal menuju tempat yang tadi disebutkan Pak Hamid. Untung, jika angkotnya tidak langsung jalan, pasti udara di dalamnya bak oven yang sedang digunakan untuk memanggang adonan roti.
“Kita akan tinggal di mana pak?” Kata ibu sambil menyeka keringat di kening Alif. Tampaknya Alif tak kuat menahan udara panas. Ibu mengambil botol air minum dari tas dan memberikannya pada Alif.
“Di dekat tempat bapak mengajar bu, kebetulan bapak sudah menyewa rumah pekan lalu ketika bapak tes wawancara. Namanya Kampung Baru. Tidak terlalu besar, tapi cukup untuk kita bertiga.”
No comments:
Post a Comment