Sunday, May 11, 2008

Mana Yang Kau Pilih?

Setiap orang telah diilhami oleh Allah swt. masing-masing kecenderungan terhadap sifat fujur (keburukan) dan juga sifat taqwa sebagaimana yang telah Allah swt. firmankan dalam surat asy-Syams: 8, maka ada yang memilih jalan ketaatan yang akan memberikan dampak baik padanya, namun ada pula yang memilih jalan yang jauh dari ketaatan yang akan mendatangkan keburukan padanya.
Ketika Allah swt. memberikan dua jalan maka setiap orang diharuskan memilih satu dari dua pilihan yang Allah swt. sediakan baginya. Dalam hal ini keimanan dalam hati menjadi penentu pilihan mana yang akan diambil oleh seseorang. Ketika keimanan kuat tertanam dalam hati maka kecenderungan terhadap jalan ketaatan semakin besar, tetapi ketika hati yang ada telah dipenuhi oleh noda karena kemaksiatan, maka orang tersebut akan lebih cenderung ke jalan yang buruk dan jauh dari nilai-nilai kebaikan. Setiap keburukan yang dilakukan meninggalkan titik noda yang semakin lama semakin banyak dan akhirnya hati menjadi gelap karena tertutupi oleh noda tersebut, ketika hati gelap maka hati tersebut tidak lagi menjadi filter yang menyaring perbuatan buruk, hati tak lagi menjadi cermin jiwa yang karenanya seseorang kehilangan kepekaan terhadap dosa dan kesalahan.
Begitupun dalam menghadapi ujian hidup, hati yang bersih dan sarat nuansa keimanan akan memandang ujian sebagai suatu bentuk kafarat (tebusan) baginya atas dosa yang ada padanya, yang tidak lain adalah bentuk kasih sayang dari Allah swt. agar kelak ketika ia meninggal dosanya telah berkurang seiring ujian yang diberikan Allah swt. padanya. Ujian hidup menjadi sarana untuk mendapatkan kehidupan akhirat yang jauh lebih baik dari dunia. Apa yang ada di dunia ini sungguh tiada pantas dibandingkan dengan apa yang Allah sediakan di akhirat kelak untuk orang-orang yang beriman dan ridha terhadap ketetapan Allah swt. atasnya. Sebagaimana disebutkan dalam hadits:

“Demi Allah, dunia dibandingkan dengan akhirat tidak ada nilainya kecuali seperti tetesan air dari jari seseorang yang ia angkat dari lautan setelah ia mencelupkannya.”(HR. Muslim dan Tirmidzi)

Sungguh Allah swt. telah memberikan kepada kita dua contoh pilihan yang diambil oleh tiga orang istri, yaitu istri dari Fir’aun, Nabi Nuh dan juga Nabi Luth. Masing-masing dari ketiganya memilih jalan yang berbeda.

Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Luth. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, tetapi kedua suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada kedua istri itu), “Masuklah kamu berdua ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka).” Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir’aun ketika dia berkata, “Ya Tuhan-ku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir-aun dan per-buatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,” (QS. at-Tahriim: 10-11)

Dalam ayat ini Allah swt. menjadikan istri Nabi Nuh dan Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang ingkar terhadap Allah swt., di mana keduanya berada di bawah pengawasan orang-orang yang sangat dekat kepada Allah swt., seorang nabi yang diutus Allah untuk menyampaikan kebenaran. Tetapi keduanya memilih jalan yang buruk, yaitu memilih untuk durhaka kepada suaminya, maka atas pilihan ini Allah swt. mengganjar mereka berdua dengan neraka. Sama halnya dengan orang yang kafir terhadap Allah swt., betapa banyak nikmat yang telah dianugerahkan Allah swt. atas mereka, tetapi mereka memilih untuk kufur terhadap nikmat, tidak mengimani keberadaan Allah swt. yang mengatur segala urusannya, menganggap apa yang dimilikinya sebagai sesuatu yang memang pantas dimilikinya, sedang dari mana sumbernya mereka acuh. Walaupun mereka dikelilingi oleh tanda-tanda kebesaran Allah swt. yang dapat membantunya untuk beriman, tetapi keegoisan menyebabkan hati mereka tertutup dan memilih ingkar.
Lain lagi dengan perumpamaan yang Allah berikan melalui istri Fir’aun, Asiyah. Fir’aun adalah orang yang sangat ingkar terhadap Allah swt., bahkan ia menganggap bahwa dirinya adalah tuhan yang maha tinggi. Berada di bawah kekuasaan seorang suami yang kafir tak menjadikannya terbawa dalam arus kekafiran, tetapi justru menjadikan keimanan dalam hatinya semakin mantap akan adanya Tuhan, yaitu Allah swt. Dengan keyakinan itulah ia berdo’a, meminta dibangunkan sebuah rumah di surga dan memohon perlindungan dari Fir’aun dan perbuatannya, juga memohon keselamatan dari gangguan orang-orang yang zhalim.
Orang yang beriman diibaratkan seperti kondisi yang dialami oleh Asiyah, istri Fir’aun. Walau seorang mu’min hidup dalam kesulitan dan senantiasa diliputi oleh ujian hidup, tetapi hal ini tak akan mengubah keyakinannya. Ia senantiasa menganggap apa yang dialaminya sebagai bentuk kasih sayang Allah swt. padanya. Walau banyak setan yang mengelilinginya dan tak henti-hentinya menggodanya agar melakukan kemaksiatan, tetapi keimanan dalam hati menjadi benteng dari godaan setan tersebut.
Akan menjadi baik atau menjadi buruk diri kita, Allah swt. memberikan hak sepenuhnya kepada kita. Sedang balasannya akan Allah swt. berikan sesuai dengan pilihan yang kita ambil. Ketika pilihan buruk yang diambil, maka Allah swt. akan membalasnya dengan keburukan yang setimpal. Namun ketika pilihan yang diambil adalah pilihan yang baik, maka Allah swt. akan membalasnya dengan balasan kebaikan yang berlipat ganda.

“Barangsiapa datang de­ngan (membawa) kebaikan, ma­ka dia akan mendapat (pa­hala) yang lebih baik daripada kebaikannya itu; dan barangsiapa datang dengan (memba­wa) kejahatan, maka orang-o­rang yang telah mengerjakan kejahatan itu hanya diberi ba­lasan (seimbang) dengan apa yang dahulu mereka kerja­kan.” (QS. al-Qashash: 84)

No comments: