Thursday, May 19, 2016

X-MEN: APOCALYPSE (2016)

Pecinta film superhero yang diangkat dari komik Marvel boleh bergembira karena film terbaru yang didistribusikan oleh 20th Century Fox berjudul X-Men: Apocalypse tayang lebih awal dari worldwide release date internasional yang jatuh pada akhir Mei mendatang. Antusiasme penonton pada film yang mengusung wajah baru X-Men di Indonesia pun cukup besar. Terbukti dengan terjualnya seluruh tiket di bioskop yang ada di kota saya.

Berbicara tentang film X-Men, pasti banyak sekali pembahasan tentang ketidak-konsistenan penggarapan tokoh yang ada dalam X-Men Universe. Film-film yang pernah diproduksi dianggap gagal secara alur karena antara satu film dengan film lainnya terdapat ‘lubang’ yang membuat rangkaian cerita cacat. Tak ingin mengikuti jejak Sony yang ‘menyerah’ dan memilih mengembalikan Spider-Man ke rumahnya di MCU, 20th Century Fox mengambil jalan untuk menyeting ulang seluruh film melalui film X-Men: Days of Future Past.

Tapi benarkah demikian? Jawabannya tentu, TIDAK.


X-Men: Apocalypse mengambil setting waktu di tahun 1983 atau 10 tahun setelah kejadian di film yang menandai kebangkitan X-Men Universe. Berdurasi 144 menit, film yang mengangkat tema ‘kiamat’ ini malah menyelamatkan para karakter agar tidak dijual ke studio tetangga. Di lima menit awal, penonton sudah disajikan dengan konflik cerita yang cukup menyedot perhatian. Setelah itu Bryan Singer mengistirahatkan penonton agar tidak tegang.

Beralih ke back sound dalam film, ada beberapa scenes yang menurut saya kurang pas. Meski kembali kepada selera penonton, tapi pergantian musik yang terlalu kasar cukup mengganggu saya. Tetapi hal ini tidak merusak jalannya cerita karena hanya berdurasi kurang dari satu menit. Jokes ringan juga disisipkan di beberapa scenes dengan porsi yang pas dan momen yang tepat.

Penggunaan teknologi CGI nampaknya menjadi keharusan dalam setiap film superhero untuk memaksimalkan visualisasi kekuatan yang dimiliki setiap karakter. Di film ini, beberapa scenes CGI masih belum maksimal, seperti nyala api yang masih terlihat sangat animasi dalam sebuah adegan di rumah Profesor X.


Karakter-karakter yang muncul di film ini masih bisa dihitung dengan jari dan hal ini boleh dibilang menguntungkan karena eksplorasi kemampuan karakter-karakter tersebut dapat dimaksimalkan. Hal ini tentu berpengaruh pada penonton yang berusaha mengenal karakter tersebut.

Secara keseluruhan, film ini sangat menghibur dan berhasil membuat saya enggan memalingkan wajah dari layar. Alur cerita yang rapi dan tidak ada drama percintaan yang aneh seperti pada film The Wolverine yang dirilis 2013. Dan skor untuk film ini 8/10.