Saturday, August 15, 2009

Duka di Hari Kemerdekaan

Farhan berbaris bersama beberapa teman seusianya, menunggu namanya dipanggil, untuk mengikuti lomba memindahkan bendera. Matanya yang bulat menatap ke sekeliling, sesekali ia melontarkan senyum kepada ibunya yang menungguinya di tepi lapangan.

Farhan berjalan setengah berlari memasuki arena perlombaan, tak sabar ingin segera memulai lomba. Semua peserta lomba berbaris rapi, sorak sorai penonton membuat suasana semakin meriah. Lagu-lagu bernuansa kemerdekaan mengiringi lomba pagi itu.

“Priit,” panitia meniup peluit.

Farhan melesat, meraih bendera pertamanya untuk dipindahkan ke botol kosong, disusul teman-temannya. Farhan memimpin, dengan lihai ia memindahkan bendera-bendera.

“Bugg.” Farhan terjatuh di putaran terakhir. Bendera merah putih terlepas dari tangannya, seluruh pandangan tertuju ke arah Farhan yang tergeletak di tengah lapangan.

Ketegangan tak berlangsung lama, Farhan bangkit, diambilnya bendera terakhir, Farhan berlari menyusul teman-temannya. Farhan tergeser ke posisi ketiga karena kecelakaan yang dialaminya.

***

“Bu…, Farhan gagal jadi juara,” keluh Farhan pada ibunya usai lomba.

Ibu mengusap kepala Farhan lembut, sambil tersenyum ibu berkata, “Nggak apa-apa, Nak…, kamu tetap jadi pemenang di mata ibu.”

“Tapi, Bu…”

“Sudah, nggak usah dipikirin lagi, ya…”

“Oh ya, Bu…, jika Farhan besar nanti, Farhan mau ikut lomba panjat pinang, ya, Bu,” kata Farhan sambil mengibarkan bendera merah putih dari pelastik.

Ibu terdiam. Farhan menunggu jawaban ibunya. Mata ibu nanar. Dalam diamnya ibu teringat kembali kenangan pahitnya, saat itu adik lelakinya ikut panjat pinang. Riuh tepuk tangan dan sorak sorai terdengar saat adik lelakinya berhasil mencapai puncak batang pinang. Bendera merah putih dikibarkan dengan penuh kebanggaan di puncak. Tak lama kemeriahan berganti kepanikan dan tangis dari penonton, adik lelaki ibu terpeleset karena terlalu bersemangat mengibarkan sang merah putih.

Dari ketinggian sepuluh meter, tubuh kurus itu terhempas ke tanah dan tak sadarkan diri. Panitia didampingi keluarga membawa Hasan ke rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa tulang belakang Hasan patah, dan ia harus dioperasi.

Seluruh keluarga menunggu dengan cemas. Saat operasi selesai, dokter menyampaikan sebuah kabar duka bagi semua, Hasan menghembuskan napas terakhirnya di ruang operasi.

“Bu…, kenapa menangis? Farhan boleh kan ikut panjat pinang nanti?” kata Farhan sambil menggoyang-goyangkan lengan ibu.

Ibu tak menjawab, suasana tetap hening.







Note: Kisah ini dibuat dalam rangka menyambut HUT RI ke-64, semoga bisa membangkitkan semangat nasionalisme. Juga untuk sahabat yang hari ini diwisuda, Muhammad Iskandar. Mohon maaf jika ceritanya tidak menarik.

No comments:

Post a Comment