Sore itu Saiful melihat jam tangannya, beberapa menit lagi pukul 16. Hatinya resah karena setelah pukul 16 sore berarti ia tak lagi menjadi bagian dari keluarga besar MP bookpoint, tempatnya bekerja. Pasalnya, 2 minggu lalu dia telah meminta izin untuk resign. Walau sedih karena meninggalkan teman yang telah dianggapnya sebagai keluarga, tetapi tak ada pilihan lain baginya selain keluar dari pekerjaannya.
Pukul 16.10 WIB. Saiful mulai berkeliling menjumpai rekan kerja di bagian kantor maupun toko. Ketika bertemu dengan kepala bagian promosi PT. Hikmah, ia melontarkan senyum lalu pamit.
“Oh, mau pindah ke MP UI ya?” Tanya kepala bagian promosi padanya.
“Nggak mas, saya resign.” Jawab Saiful sambil menghampiri orang yang ada di samping kepala bagian promosi. Tampak rona kekecewaan di wajahnya. Tetapi Saiful tetap memberikan senyumnya untuk terakhir kali, tak terpengaruh oleh suasana yang sedikit haru.
Kini giliran teman satu shift-nya yang dipamitinya, Rossa dan Eva.
“Mba, saya pamit ya…, maaf bila selama ini saya banyak berbuat salah.” Katanya pada Eva.
“Yah, tega lu Ful. Sekarang kan hari ulang tahun gua. Masa’ elu malah pergi di hari bahagia gua sih…” kata eva memelas.
“Saya nggak ada pilihan lain mba.”
Saiful menuju kasir, sekarang saatnya ia berpamitan pada mba Rossa, kasir yang sedang hamil kala itu.
“Mba, saya pamit. Maaf bila selama ini banyak salah. Oya, semoga anaknya kelak menjadi anak yang shalih-shalihah ya. Diberi keberkahan dan rizki yang banyak.” Berbagai doa diucapkan kala Saiful berpamitan pada Rossa, ia adalah orang yang selama ini memberi banyak perhatian padanya di MP, sudah dianggap sebagai adik sendiri. Bahkan Saiful diperlakukan bak anak kecil yang belum mengenal dunia.
Rossa tak menjawab, wajahnya cemberut tanda ketidak-setujuannya dengan keputusan yang diambil Saiful. Perlahan air mata keluar dari kelopak mata. Tak kuasa menahan haru.
Rencananya Saiful akan bekerja di Depok setelah keluar dari MP bookpoint, ia berharap akan lebih banyak waktu untuk merealisasikan cita-citanya.
###
Hampir 5 bulan berlalu. Kini Saiful telah berganti profesi menjadi tenaga serabutan di sebuah penerbitan yang baru belajar mengepakkan sayap di dunia penerbitan.
Siang itu, datang teman semasa sekolahnya ke kantornya yang sebenarnya adalah sebuah rumah tinggal yang dialih fungsikan. Mochamad Ramdani namanya, datang pula bersamanya seorang yang tampak sedikit menakutkan penampilannya, kulitnya agak gelap.
“Hei…, gimana kabar Dan?” Kata Saiful sambil menjabat tangan Dani. Pandangannya lalu mengarah pada sosok yang asing itu.
“Oya, ini Febri, tetangga dekat rumah. Tadi saya antar Febri daftar kuliah di BSI.” Kata Dani menjelaskan asal usul orang itu.
“Saiful.” Kata Saiful ketika menjabat tangan Febri.
Tak banyak yang diperbincangkan kala itu. Tapi Saiful sempat menanyakan dari mana asalnya. Kala itu Febri menyebut nama satu kota di Sumatra yang membuat Saiful teringat pada MP bookpoint. Ketika hendak berangkat atau pulang kerja biasanya Saiful akan bertemu dengan orang-orang dari kota yang disebutkan Febri. Teringat pada suara lantang yang biasa meneriakkan “rapat-rapat,” tanda bahwa ada kopaja lain yang mulai menyusul. Sesaat setelahnya biasanya pak sopir tancap gas, jika sudah begitu, ‘penumpang batu’ kopaja 63 tak lagi dapat duduk atau berdiri dengan tenang, pasalnya pak sopir mengemudikan kopaja seolah sedang mengangkut kambing-kambing untuk kurban ‘Idul Adha yang sedang ditunggu untuk disembelih. Ya, itulah sosok orang-orang dari kota Medan.
Tetapi Febri tak demikian, ia tak bersuara keras ketika bicara. Senyum pun selalu menghiasi wajahnya yang membuat kesan menakutkan berubah menjadi wajah santun seorang muslim.
###
Tak terasa hampir setengah tahun berlalu sejak siang itu. Kini mereka sedang menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan.
Ketika sampai pada pertengahan Ramadhan, Febri dan Saiful beserta beberapa orang kawan lain berbuka puasa bersama di rumah Dani. Petang itu Febri menawari Saiful untuk mengambilkan makan yang telah disediakan Dani. Saiful mengangguk. Kemudian Febri menaruh nasi di piring, dan menambahkan mie rebus di piring tersebut.
“Lagi gak bang?” Tanya Febri ketika mengambil makanan yang diletakkan di piring untuk Saiful. Febri memang biasa menyandangkan kata ‘bang’ ketika memanggil Saiful. Saiful hanya menjawab dengan senyum.
Kemudian Febri menambahkan mie, semakin banyak. Saiful hanya tersenyum,
“Sudah Feb, itu terlalu banyak untuk saya…” kata Saiful dalam hati. Akhirnya bahasa batin Saiful didengar Febri. Ia menyerahkan piring yang telah terisi mie dan nasi pada Saiful. Tampaknya Saiful harus bekerja keras untuk menghabiskannya. Tetapi ia bersyukur karena Febri kini menjadi salah seorang sahabat yang sering membuatnya tertawa, melupakan permasalahan hidup yang dihadapinya.
###
Waktu terus berlalu. Sebulan lagi mereka akan bertemu kembali dengan Ramadhan, bulan penuh berkah, rahmat dan ampunan. Ramadhan nanti akan menjadi Ramadhan kedua yang dilalui oleh Febri dan Saiful.
Petang itu, Dani datang ke rumah Febri untuk mengajaknya melayat ke rumah tetangga yang meninggal hari itu. Seperti biasa Dani membuka pagar besi, lalu berjalan ke bagian samping rumah menuju kamar Febri yang dibuat khusus. Jadi tidak perlu melewati ruang tamu atau pun ruang keluarga jika hendak ke kamarnya.
“Assalamu’alaikum…, Feb…” Dani memberi salam sambil melihat ke bagian dalam kamar Febri, pintunya terbuka.
“Lho…, kenapa Feb?” Kata Dani ketika melihat Febri sedang memegangi perutnya sambil meringis kesakitan. Dani menghampiri Febri, ia mengaduh. Perutnya terasa begitu sakit hingga tak mampu menjawab pertanyaan Dani.
Dani memanggil bu dhe-nya, sesaat kemudian bu dhe masuk ke kamar Febri, kondisinya semakin mengkhawatirkan, tanpa membuang waktu Febri dibawa ke RS Graha Permata Ibu yang letaknya tak jauh dari rumahnya. Di sana ia menjalani pemeriksaan awal, di antaranya cek darah dan urine.
“Bagaimana sus, sudah dapat urine-nya?” Tanya dokter pada suster yang sedang menunggui Febri.
“Belum dok, katanya susah keluar.” Kata suster menjelaskan. Rupanya Febri malu untuk buang air kecil menggunakan pispot.
“Ya sudah, kalau begitu pakai selang saja sus.” Kata dokter mencoba alternatif lain.
Mendengar alternatif yang diberikan dokter membuat Febri berusaha lebih keras untuk bisa pipis, pasalnya ia tak ingin menggunakan selang sebagai medianya mengeluarkan urine. Dia meminta Dani untuk meninggalkannya sendiri di bangsal, ia merasa sungkan jika di dekatnya ada orang lain. Setelah Dani pergi barulah ia pipis.
“Ok Feb, sekarang luruskan tangannya ya.” Kata suster ketika hendak mengambil darah untuk diperiksa di lab.
Febri merasa ngeri menyaksikan prosesi pengambilan darah, pasalnya baru kali ini ia diambil darahnya. Suster mulai mengoleskan kapas yang telah dibasahi alkohol di bagian depan sikut tangannya, kemudian mulai meraba urat nadinya. Nyes…, suster menusukkan jarum setelah menemukan nadi. Febri memejamkan mata, ia tak berani menyaksikan saat dimana darahnya mulai masuk ke dalam suntikan.
“Ya, selesai. Sekarang tinggal tunggu hasilnya ya, kamu berbaring saja dulu di sini.” Kata suster ketika hendak membawa darah dan urine-nya ke lab. Febri hanya diam menahan rasa sakit.
Ketika menunggu hasil lab, Dani mengabarkan keadaan Febri pada Saiful, dikirimnya sebuah pesan singkat, isinya,
Mhn do’a:
Feb sedang tunggu hsl lab
cek darah dan urine di RS Graha.
Feb teridentifikasi usus buntu.
Tak ada laporan terkirim kala itu, pending. Dani mengira HP Saiful sedang tidak aktif, dikirimnya pesan itu ke nomor kakak Saiful. Terkirim, tetapi saat itu Saiful sedang tak di rumah, menghadiri pengajian rutin pekanan.
###
Setelah hampir 2 jam menunggu, hasil pemeriksaan akhirnya keluar. Febri positif usus buntu dan harus menjalani operasi malam itu. Badannya semakin lemas mendengar hasil lab. Ia tak menyangka akan mengalami hal ini, kebiasaan menunda waktu makan dan memakan jajanan yang tak sehat ternyata membuatnya berurusan dengan ruang bedah.
“Oya, mohon maaf ibu, sepertinya Febri tidak bisa menjalani bedah di sini karena kebetulan dokter Edi sedang praktek di RS Bakti Yudha malam ini, kami akan buatkan surat rujukan ke sana ya. Selain itu di sini yang menjadi prioritas adalah ibu hamil yang hendak melahirkan.” Kata suster yang membawa hasil lab kepada bu dhe.
Mendengar penjelasan suster, Febri tersenyum kepada Dani. Pasalnya, ketika ia hendak diambil darahnya tadi, di bangsal sebelah kanan dan kirinya terdapat dua orang ibu yang akan melahirkan. Febri teringat pada kata yang diucapkan suster pada ibu di sebelahnya,
“Wah bu, ini sudah pembukaan tiga, jadi malam ini harus di operasi.”
Sesaat kemudian, ambulance telah siap di depan pintu UGD RS Graha. Dengan iringan sirine, ambulance itu membawa Febri menuju RS Bakti Yudha.
###
Pukul 22.35, di tengah perjalanan pulang terdengar bunyi sms masuk. Ia melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah, ia memasukkan motornya lalu membuka pesan yang diterimanya. Dari Dani, isinya membuatnya terkejut. Salah seorang sahabatnya sedang sakit saat itu.
Sesegera mungkin ia mengirim sms konfirmasi, menanyakan perkembangan terakhir. Ternyata Febri rencananya akan di operasi di RS Bakti Yudha dekat rumahnya.
Saiful mengirimi sms motivasi untuk Febri, ia berpesan agar Febri bersabar terhadap apapun yang akan dijalani. Tak ada balasan, Saiful penasaran. Ia mengirim sms ke Dani untuk menanyakan kabar Febri malam itu,
Ant di RS Dan?
Kalau sdh dpt kmr tlg
kbri an ya…
Beberapa menit kemudian sms balasan dari Dani masuk,
Yup…
Insya Allah akan di kabari.
Pukul 23 Feb akan operasi.
Kini Saiful membayangkan sosok seorang Dani yang sedang menunggui Febri di RS, ia masih ingat 2 bulan lalu Dani menungguinya yang terkena DBD, kini ia kembali menemani Febri yang hendak menjalani operasi. Ya, itulah sosok seorang Dani, tubuhnya yang kecil tak menghalanginya menjadi pribadi yang berjiwa besar, yang rela berkorban untuk sahabatnya. Saiful tersenyum, ia bangga memiliki sahabat seperti Dani.
Pukul 23 Febri masuk ke ruang operasi, semua pakaiannya dilepas, tubuhnya hanya ditutupi kain berwarna hijau untuk operasi. Bu dhe dan Dani yang membuntuti, tetapi mereka kehilangan jejak Febri. Mereka bertanya pada satpam yang bertugas, lalu satpam menunjukkan mereka sebuah ruangan yang tak begitu luas, di dalamnya terdapat seorang dokter wanita yang tak lain adalah bidan.
“Maaf dok, operasinya di mana ya?” Tanya bu dhe pada bidan itu.
Dengan wajah yang tampak bingung, bidan itu menjawab pertanyaan bu dhe dengan balik bertanya,
“Operasi? Siapa yang mau di operasi bu? Ini ruang kebidanan.”
Dani dan bu dhe saling menatap, keduanya tersenyum.
“Oh, salah masuk ya…, maaf ya dok.” Kata bu dhe, keduanya mengambil langkah cepat menuju keluar.
###
Febri telah bersiap di ruang operasi, sebelum mulai membedah, dokter akan menyuntikan obat bius di bagian syaraf tulang belakang untuk membuat syaraf Febri mati rasa.
“Maaf Febri, tolong badannya ditegakkan dulu ya.” Kata dokter pada Febri yang sedang berbaring kala itu.
“Tolong tegak lurus ya Feb, tahan ya…, agak sakit nih.” Kata dokter pada Febri yang telah mengambil posisi duduk 90 derajat dengan kaki berlonjor. Lalu dokter menyuntikan cairan bius itu ke tiga titik pada syaraf tulang belakang tepat di atas pinggulnya. Febri menahan rasa sakit ketika disuntik, ia menggigit bibirnya sambil memejamkan mata.
“Ya, sekarang berbaring lagi ya.” Kata dokter. Beberapa saat kemudian, syaraf kaki hingga ke dada Febri tak lagi memberikan respon, mati rasa. Hanya bagian tangan dan kepala saja yang masih dapat ia gerakkan.
Sesaat kemudian dokter mulai membedah, mengambil pisau bedah lalu menyayat bagian kanan bawah perutnya yang telah ditandai sebelumnya. Di sanalah umbai cacing yang telah membusuk berada dan harus dipotong.
Setelah sekitar satu setengah jam, operasi selesai. Asisten dokter bedah beserta staff merapikan alat-alat.
“Feb, Febri…, bangun Feb.” Dokter membangunkan Febri yang tertidur kala itu.
Ketika membuka mata, yang pertama kali ditanyai adalah, “Mana usus saya dok?”
Dokter tersenyum, kemudian membawa toples kecil berisi usus yang telah direndam dengan formalin.
“Ini usus kamu Feb, sudah parah. Kamu bisa lihat ada nanah di sini. Untuk cepat ditangani, karena jika terlambat, usus ini akan pecah dan harus operasi besar untuk membersihkan cairan nanah dan kotoran dari usus ini.” Kata dokter padanya.
Pukul 00. 16, Dani kembali mengirimi Saiful sms,
Feb sdh selesai operasi.
Feb dirawat di ruang kelas II B2.
Sblh kanan kamarnya ada gudang.
Feb ada di bangsal tengah.
Sykrn.
Sebuah persembahan untuk seorang sahabat, Febriansyah.
Semoga Allah segera menyembuhkanmu dengan kesembuhan yang tidak ada lagi sakit setelahnya.
No comments:
Post a Comment