Wednesday, May 7, 2008

The True Story Of Ukhuwah

Hari ini aku dan teman kerjaku yang hanya seorang masih di tempat kerja dengan suasana yang tidak biasa. Maklum, hari ini kakak dari ‘atasan’ tempat kami bekerja meminta kami membantunya untuk menyelesaikan tugas membuat form untuk kegiatan belajar mengajarnya di SDIT NF. Jadilah sore itu terasa begitu menegangkan, karena kami harus berkejaran dengan jarum jam yang terus berputar tanpa mau beristirahat barang sebentar. Alasannya tidak lain ya karena kami sedang shaum, jadi ingin secepatnya menyelesaikan tugas tambahan itu agar bisa sesegera mungkin pulang sebelum adzan maghrib dikumandangkan.
“Gimana Tri, sudah selesai?” tanyaku pada temanku yang masih sibuk mengotak-atik tuts di keyboardnya.
“Sebentar lagi..” jawabnya datar.
Lalu aku kembali melihat layar monitor yang kini sudah tak lagi bercahaya, sudah kumatikan.
“Yuk..” kata Tri sambil beranjak bangun dari kursinya dan berjalan ke arah luar untuk mengambil jaketnya. Dan akupun bangkit dari tempat duduk sambil menyangkilkan tas di bahuku.
Ketika hendak melangkah keluar, adzan maghrib berkumandang. Itu artinya kami tak mungkin melanjutkan perjalanan menuju rumah kami masing-masing. Akhirnya kami memutuskan untuk shalat di masjid al-Huda yang letaknya tak jauh dari tempat kami bekerja.

###

Seusai shalat, kudapati Tri sudah tidak lagi berada dalam masjid. ‘Mencari makan mungkin’, pikirku. Lalu kusempatkan untuk tilawah beberapa halaman sambil menunggu Tri kembali dari tempat yang tak kuketahui secara pasti.
Disela tilawah, “tii.. diittt” satu sms kuterima. Kubuka, “Ful, tunggu sebentar ya.. Tri beli pempek dulu untuk buka puasa.” Kumasukkan kembali HP ke saku dan kembali melanjutkan tilawah.

###

Lewat di sampingku seorang dengan kemeja kuning menyala, tampaknya dia dari acara resmi dan menyempatkan diri untuk shalat di masjid al-Huda. Tapi aku tak sempat melihat seperti apa orangnya, aku kembali melanjutkan tilawah.
“Ful.. cepat makan, habis itu kita langsung pulang.” Kata Tri padaku yang sedang tilawah di dekat pintu masjid. Kututup mush-haf kecil kesayanganku, kemudian melangkah keluar. Kudapati Tri sedang lahap memakan pempek yang baru saja dibelinya. Segera kuambil bungkus yang tergeletak di lantai masjid. Ah, aku harus buka puasa dengan pempek di luar masjid.. sesuatu yang akan sangat membuatku merasa tidak nyaman, aku tak terbiasa makan di tempat umum.

###

“Assalamu’alaikum…” kata seorang pemuda berpakaian rapi sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arah Tri, lalu padaku. Ia menjabat tangan kami. Setelah kulihat sekilas, ternyata dia adalah orang yang tadi lewat di sampingku ketika aku sedang tilawah, si pemuda yang mengenakan kemeja kuning menyala.
Aku kembali menundukkan kepala karena aku sedang makan, malu.. Tapi dia justru membuka pembicaraan dengan pertanyaan ringan. Aku tak terlalu memperhatikan apa yang dibicarakannya, karena yang aku pikirkan saat itu adalah segera menghabiskan pempek yang masih tersisa. Agar aku bisa berinteraksi dengannya, tidak mungkin aku berbincang sambil makan, bahkan untuk sekedar menawarkan padanya pun aku lupa.

###

Sebelum berpisah aku usahakan untuk dapat bertukar nomor, tambah saudara. Wah, sayangnya dia sedang sibuk berbincang dengan orang yang kukira adalah teman lamanya.
“Ful, cepat.” Kata Tri padaku yang telah siap pulang. Ia sudah duduk di atas jok motornya dan bersiap men-starternya.
“Sebentar ya, saya mau minta nomor HP dulu.”
Ternyata cukup lama aku menunggu, perbincangannya belum juga selesai. Tri semakin tak sabar, dia memaksaku untuk secepatnya meminta nomornya dan pulang, tapi itu tak mungkin kulakukan karena aku khawatir akan menggangu perbincangan mereka.
Setelah beberapa saat, perbincangan itu selesai juga. Kuhampiri dia yang telah bersiap menuju Beji kala itu, duduk di jok motornya dengan mengenakan jaket Palestina yang menutupi kemeja kuning menyalanya. “Maaf, bisa minta nomornya tidak? Supaya silaturrahimnya nggak putus.” Kataku tanpa basa-basi.
“Oh, iya boleh. Insya Allah nggak akan putus kok.” Jawabnya sambil tersenyum, tangannya mengarah ke saku, lalu dikeluarkannya HP dari sakunya. Dan kamipun bertukar nomor. Aku senang dapat saudara baru.

###

Setelah malam itu kami tak lagi bertemu, hanya sms saja yang menjadi sarana bagi kami untuk menjalin ukhuwah agar tak habis dimakan masa, agar tak putus karena dibatasi oleh jarak. Dan sekarang kami bisa juga bersilaturrahim via e-amil. Yang terindah, hal itu tidak menjadikan ukhuwah kami terasa hambar tanpa makna, tetapi ada rindu untuk dapat saling berjumpa, baik di dunia ataupun di akhirat kelak, bertemu dalam kebaikan, cinta dan taat, ungkapnya.

###

Untuk saudaraku yang selalu menjalin silaturrahim hingga kini… Semoga ukhuwah ini terus terjalin atas dasar ketakwaan, agar kelak di hari kiamat kita tidak saling memusuhi. “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf: 67)
Semoga Allah swt. selalu meridhai aktifitas kita, semoga kita bisa menjadi orang yang dicintai-Nya karena saling mencintai karena-Nya..
Di manapun kalian berada, semoga selalu bersemangat untuk menjaga ukhuwah ini agar tak redup dan kehilangan cahayanya… Ana Uhibbukum fillah…

No comments: