Sunday, September 13, 2009

Harga Seruas Tulang

Ehm…, bicara masalah tulang, saya punya kenangan yang berhubungan dengan tulang, mudah-mudahan ada sesuatu yang bisa diambil dari catatan ini.

Memasuki malam ke-21 Ramadhan, saya ber-i’tikaf di sebuah masjid bersama dua orang teman saya. Malam itu kami membayar Rp 15.000 untuk menu makan sahur.

Saat waktu sahur tiba, saya mewakili teman-teman mengambil makanan. Tanpa buang waktu, saya langsung membuka bungkus nasi tersebut, isinya ada capcai kuah dan ‘sepotong tulang’ berbalut kulit tipis. Awalnya saya mengira itu adalah daging ikan tuna, tetapi sendok pelastik yang saya gunakan tak mampu mengoyak dagingnya. Penasaran, saya membalik ‘daging’ tersebut, duar!! Saya terkejut. Ternyata itu bukan daging ikan tuna, melainkan tulang punggung ayam yang berlapis kulit tipis, daging hampir tak ditemukan disana.

Dua orang teman saya masih sibuk membaca Al Qur’an dan shalat lail. Usai menuntaskan aktifitas rohani, mereka menyusul saya membuka bungkus nasi, dan ternyata mereka juga senasib dengan saya (jadi bukan karena saya kurang beruntung). Akhirnya salah seorang teman saya membuat sebuah jargon yang membuat saya tertawa, “Sahur sambil beramal.”

Usai shalat subuh, saya mengaktifkan hape, satu pesan masuk, dari kakak saya, mengabarkan bahwa tetangga saya meninggal dunia pukul 00 dini hari. Saya bergegas pulang, hendak melayat.

Sampai di rumah, saya bergegas ke rumah duka. Tidak terlalu lama saya berada di rumah duka pagi itu, karena mata tak bisa diajak kompromi, selain itu saya tak punya teman sebaya di sana.

Siangnya, saya menyempatkan diri untuk mengikuti prosesi penyolatan dan pemakaman. Ada hadiah yang saya dapat dari prosesi tersebut, taushiyah dari sang ustadz.

“Hari ini saya tidak akan berpanjang kata, cukuplah kematian saudara ‘fulan bin fulan’ sebagai nasihat. Lalu sang ustadz mengutip sebuah hadits, isinya tentang keistimewaan meninggal pada hari Jum’at, disebutkan dalam hadits tersebut bahwa siapa yang meninggal pada hari Jum’at, maka ia dibebaskan dari fitnah kubur (tidak ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan yang sering disampaikan oleh para ulama, man rabbuka, dst.)”

Saat itu, kondisi jenazah sudah sangat memprihatinkan, hanya tulang (lagi-lagi tulang) berbalut kulit dan daging yang hampir tak ada lagi. Penyebabnya adalah penyakit kanker otak stadium empat yang beberapa bulan terakhir diderita oleh yang bersangkutan.

Pihak keluarga dan tetangga menyayangkan kematian beliau yang baru berusia 38 tahun. Beliau meninggalkan satu orang istri, tiga orang anak, ibu, kakak dan beberapa orang adik. Ya, usia yang relatif muda membuat sebagian orang menyesalkan kematian beliau.

Hari berikutnya, saya kembali dikejutkan oleh kabar kematian, kali ini kabar duka dari keluarga saya, yaitu suami dari sepupu saya.

Keterkejutan kami lebih dahsyat dari kematian sebelumnya. Suami sepupu saya dikabarkan terjatuh dari kereta yang ditumpanginya.

Siang itu kabar tersebut datang, kami semua panik. Tak ingin membuang waktu, kami bergegas mendatangi rumah duka. Sayangnya, saat itu jenazah belum tiba. Ketidak-jelasan informasi mulai membuat kami bingung. Ada yang mengatakan bahwa suami sepupu saya tidak meninggal, hanya patah tulang kaki.

Saya memutuskan untuk pulang ke rumah, karena malamnya hendak melanjutkan i’tikaf.

Di masjid yang sama dengan teman yang berbeda. Tak ingin mengulang malam ke-21, di malam ke-23 saya putuskan tak membeli makan sahur di masjid, penghematan dan menghindari rasa kecewa lagi (maklum, manusia biasa, maunya apa yang didapat sebanding dengan apa yang dikeluarkan ^_^).

Sekitar pukul 3.30 pagi, saya bersama teman meninggalkan masjid, mencari rumah makan terdekat. Naas, pintu area komplek masjid masih dikunci, akhirnya kami beserta sebagian jama’ah memanjat pagar untuk menjumpai rumah makan. Cukup dengan membayar Rp 6.000, saya sudah bisa menyantap makanan yang tak kalah enak dengan yang ada di masjid. Hemat, kan??

Dan ternyata, saya mendapat kabar bahwa penyedia makan sahur menyampaikan permohonan maaf atas kesalahan menu pada malam ke-21, intinya, isi yang dimasukkan memang tidak cocok dengan harganya. he..he.. (yang ini nggak ada hubungan dengan tulang, ya??)

Lanjut cerita…

Paginya, saya kembali bergegas pulang untuk mengunjungi rumah saudara yang tengah berduka, kabar terakhir yang saya dapat, beliau memang betul-betul telah meninggal dunia akibat kecelakaan, ada hubungannya dengan kereta, tetapi tidak bisa cerita detil karena tidak ada saksi mata.

Persendian saya serasa mau lepas, airmata tertahan di kelopak, tak tega melihat jasadnya. Tulang tangan kiri sudah tak berbentuk, tulang kepala bagian belakang pun demikian. Ah, tak tega menceritakannya… yang jelas, kerusakan tulang yang sangat parah pada bagian-bagian vital tubuh membuat nyawa beliau lepas dari jasad, innalillahi wa inna ilaihi raji’un…

Harga yang sangat mahal untuk masing-masing ruas tulang, bukan??

Yang menarik, beliau seolah telah tahu bahwa beliau tak berumur panjang. Beberapa kali beliau meninggalkan pesan untuk isterinya juga sanak keluarga yang lain, agar mereka menjaga diri jika sewaktu-waktu beliau tidak lagi berada di samping mereka. Beliau juga menyampaikan keinginannya untuk mencicil tanah kuburan, agar tidak merepotkan jika beliau meninggal kelak. Beliau juga telah mendaftarkan diri beliau pada asuransi kecelakaan. Serta beberapa tanda-tanda lain yang beliau isyaratkan beberapa waktu sebelum kematian benar-benar menghampiri beliau.

Pagi itu adalah kali pertama saya menyaksikan prosesi pengurusan jenazah. Saya jadi terbayang, seperti apa nanti akhir hidup saya? Saat tubuh telah terbujur kaku, disaksikan oleh beberapa orang kerabat dan tetangga. Seorang amil akan membungkus jenazah saya sebagaimana jenazah yang tengah saya saksikan. Saya pun tak tahu apakah saat itu saya mendapati diri sebagai husnul khatimah atau tidak… Saya jadi merinding dibuatnya. Majelis jana-is memang sangat dahsyat. Ya Allah, terima beliau di sisi-Mu…, ampuni segala dosa dan kesalahan yang beliau perbuat semasa hidup…, berikan tempat terbaik untuknya… Aamiin…

Masya Allah, lagi-lagi kematian yang membuat sebagian orang menyesalkannya, usia beliau baru 29 tahun, relatif sangat muda. Beliau meninggalkan satu orang istri dan seorang putera yang baru berusia sekitar enam tahun.

Lantas masihkah kita beranggapan bahwa kematian hanya menjadi hak orang-orang yang telah tua lagi renta??

Sebagai penutup…

Dalam ilmu akuntansi, di kenal istilah FIFO LIFO. Maka dalam kehidupan manusia, dikenal pula FILO, selain dua istilah sebelumnya. Nah, manakah yang merupakan takdir kita? Wallahu a’lam. Tugas kita hanyalah mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya. Jadi, kapanpun Allah memanggil, setidaknya kita telah menunjukkan kesiapan kita untuk menyambutnya.

No comments: