Sunday, August 30, 2009

Budak Shalih

Tersebutlah kisah tentang seorang budak yang taat beribadah. Hari-harinya senantiasa dihabiskan untuk melakukan ritual ketaatan pada Allah ‘azza wa jalla. Suatu hari sang majikan menghadiahinya dengan sesuatu yang diidam-idamkan oleh setiap budak, kebebasan. Sang Tuan memerdekakan Mubarrak karena ketaatan dan pengabdiannya yang tulus.

Setelah menjadi hamba yang merdeka, mulailah ia menjalani aktifitas barunya. Mubarrak mendapat kepercayaan dari seorang kaya raya untuk mengurus kebun delimanya.

Harinya dihabiskan di kebun delima tersebut. Menyiram, memupuk, serta menjaga pohon delima dari hal lain yang menjadi tugasnya sebagai penjaga kebun.

Suatu hari Sang Majikan mendatangi kebun delima, dipanggilnya Mubarrak, lantas Majikan berseru kepadanya, “Duhai Mubarrak…, ambilkan untukku buah delima yang paling manis di kebun ini!”

Tanpa banyak berkata-kata, Mubarrak beranjak pergi untuk memetik buah delima. Tak lama ia kembali dengan sebuah delima di tangannya, diserahkannya delima itu pada Sang Majikan. Majikan pun segera mencicipi rasanya. Rona wajah Sang Majikan berubah, rasa delima tersebut masam.

“Hai Mubarrak! Bukankah kuperintahkan untuk mengambil delima yang paling manis?” ujar Sang Majikan.

Mubarrak mengangguk. Lantas ia mengambil delima di pohon lain, dan ternyata rasanya tetap masam. Hal tersebut berulang, dan pada kali ketiga, Mubarrak berujar, “Maaf, Tuanku…, sungguh, selama aku bekerja di kebun Tuan, tak pernah sekali pun aku memakan delima, bahkan yang jatuh sekali pun. Bukankah Tuan mempekerjakanku untuk menjaga dan merawat kebun delima ini? Karena itulah, saya tak berani memakan delima tanpa seizin Tuan.”

Sang Majikan kagum pada Mubarrak, namun ia tak langsung percaya begitu saja, ditanyainya penjaga kebun yang lain, dan mereka bersaksi bahwa Mubarrak berkata benar.

Selang beberapa waktu, Sang Majikan memanggil Mubarrak, ia lantas berkata, “Hai Mubarrak, aku hendak menikahkan puteriku, tetapi aku masih bingung, sosok seperti apa yang pantas untuk puteriku, karena itulah aku datang kesini hendak meminta pendapatmu.”

Tanpa basa basi, Mubarrak memaparkan pendapatnya, “Wahai Tuan, ketahuilah! Orang Yahudi menikahkan anak meraka karena pertimbangan fisik, orang Nasrani menikahkan anak mereka karena harta, orang Arab menikahkan anak mereka dengan mempertimbangkan nasab atau garis keturunan, sedang seorang mu’min menikahkan anak mereka dengan pertimbangan keimanan.”

Sang Majikan semakin kagum pada Mubarrak setelah mendengar jawaban tersebut. Lantas ia berujar, “Wahai Mubarrak, sungguh! Aku tidak melihat ada pemuda yang lebih shalih dan lebih taat beribadah selain dirimu, karena itu aku hendak menikahkan engkau dengan puteriku.”


***

Subhanallah, keshalihan seorang Mubarrak memberikan banyak keberkahan dalam hidupnya. Dan apa yang dipaparkan Mubarrak merupakan sebuah jaminan yang kekal, yang tidak mementingkan pertimbangan duniawi.

Dan dari pernikahan tersebut, lahirlah seorang anak yang luar biasa, yang telah banyak melahirkan banyak kitab hadits yang bermanfaat hingga kini.

2 comments:

Anonymous said...

I would like to exchange links with your site hasansaif.blogspot.com
Is this possible?

saif @ blog said...

what do you mean with 'exchange links'?
does it mean u wanna share my links on yours?